Trik Menentukan Nama Brand yang Unik, Relevan dan Mudah Diingat

marketeers article
cara menentukan nama brand | sumber: 123rf

Sebagian besar orang memercayai bahwa salah satu hal terpenting dalam membangun bisnis adalah brand. Namun, baru menentukan nama brand saja sering kali menjadi tantangan tersendiri bagi bisnis. 

Penentuan brand name menjadi elemen paling awal yang perlu ditentukan sebelum melakukan branding.

Ignatius Untung, Praktisi Marketing dan Behavioral Science menyebutkan terdapat beberapa pertimbangan awal untuk menentukan nama brand, seperti fungsi dari produk dan nilai SEO yang bagus. 

Bagi nama brand yang mengejar nilai SEO, biasanya akan mengikuti beberapa nama yang terdengar generik atau umum, seperti Tiket.com, Rumah123.com, Bola.com, dan lainnya. 

Namun, kendala yang mungkin dihadapi adalah bagaimana menemukan pembeda agar nama-nama tersebut mudah diingat?

Ketika Anda mengadopsi brand name yang generik, kemungkinan besar Anda butuh waktu lebih banyak untuk membangun ingatan tersebut karena audiens sudah memiliki ingatan tertentu terhadap nama yang generik. 

Misalnya saja, brand Rumah123.com mungkin lebih banyak orang mengenal rumah sebagai sebuah rumah fisik, bukan platform jual-beli rumah. 

Namun, ada nama brand yang jauh lebih ekstrem lagi, tidak sama sekali berhubungan dengan produk yang dijualnya. Contohnya adalah produk rokok dengan nama Djarum dan Gudang Garam. Keduanya sama sekali tidak berasosiasi secara langsung dengan rokok. 

BACA JUGA: Hindari 5 Kesalahan dalam Pemasaran, Perbaiki Strategi Sekarang!

Namun, ketika branding dilakukan secara konsisten, maka akan bisa membangun memori yang diinginkan tersebut. 

“Apa pun itu namanya, asal konsisten, maka memorinya akan mengikuti, seolah-olah memorinya ditiban dengan memori yang baru,” tutur Untung dalam program Market Think pada kanal YouTube Marketeers TV. 

Selain nama-nama generik, ada juga brand name yang tidak memiliki arti tertentu sebagai memori yang tersimpan sebelumnya. 

Misalnya saja nama brand OVO, Lamudi, RealCo, atau 99.Co yang tidak memiliki makna tertentu, sehingga sulit untuk diasosiasikan pada suatu produk tertentu. Hanya nama, tanpa arti. 

Akan tetapi yang menjadi tantangan, yaitu bagaimana mengasosiasikan nama tersebut menjadi suatu brand yang dikenal sebagai produk atau layanan tertentu. Oleh karena itu, perlu konsistensi untuk menanamkan brand name tersebut agar melekat di benak. 

Setelah itu, ada juga nama brand yang tidak pasaran, tetapi memiliki asosiasi terhadap produk atau layanan yang ditawarkan. 

Misalnya saja Traveloka yang menawarkan layanan travel, Shopee sebagai tempat berbelanja ‘shop’, BliBli yang identik dengan aktivitas beli-beli, Gojek dengan layanan ojek, dan lainnya. 

Nama-nama ini punya keunggulan dibanding nama generik dan nama yang tidak punya arti tadi. 

“Di satu sisi tetap memakai kata generik, tetapi dimodifikasi sehingga asosiasinya tetap dipertahankan dan mempunyai keunikan, ketimbang hanya memakai nama generik mentah-mentah saja,” tutur Untung.

Dalam memilih nama brand, Anda perlu memperhatikan setiap unsur pembentuk nama, karena hanya dari nama saja seseorang dapat memiliki persepsinya sendiri. 

BACA JUGA: Values Ladder Jadi Strategi Ciptakan Brand Tagline yang Berkesan!

Nama Kelik selalu identik dengan sesuatu yang kecil, sedangkan nama Boby menjadi sesuatu yang besar. Apakah Anda merasakan hal yang sama?

“Setiap kata, vokal, dan konsonan itu bisa mempunyai asosiasi tertentu yang akhirnya bisa berbahaya,” ujarnya.

Untung menjelaskan ada hal yang lebih berbahaya lagi, yaitu ketika suatu nama brand dilokalisasi ke daerah tertentu yang bisa menyebutkan nama dengan berbeda. 

Misalnya saja IKEA yang sering kali menggunakan kata berbahasa Swedia. Ketika di Thailand, terdapat satu istilah yang jika diartikan dalam bahasa Thailand memiliki arti seks. 

Ini sangat berdampak negatif bagi brand dan harus diubah. Contoh lainnya merek balsem pelega tenggorokan yang bernama Vicks harus diartikan sebagai berhubungan badan ketika dibaca oleh orang Jerman. Hal ini tentu menjadi merugikan.

“Pilih nama kelihatannya gampang, begitu dijalankan menjadi susah, ketika tahu bahwa ada asosiasi tertentu menjadi lebih susah lagi,” tutur Untung. 

Dari pemilihan brand name, Anda perlu mempelajari lebih dalam mengenai memori yang sering kali tersimpan di otak, maka memori perlu dipertimbangkan, baik nama generik atau nama yang sudah memiliki asosiasi tertentu. 

Namun, yang paling mudah dan menguntungkan adalah penggunaan nama brand yang sudah memiliki asosiasi tertentu tetapi diberi sedikit modifikasi, misalnya Tokopedia, Bukalapak, dan sebagainya. 

BACA JUGA: Fenomena Debranding, Logo Simple Jauh Lebih Mudah Diingat Pelanggan

Editor: Ranto Rajagukguk

Related