Menteri Teten: Pedagang Punya Stok Baju Bekas Masih Boleh Jualan

marketeers article
Ilustrasi thrifting. Sumber gambar: 123rf.

Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KemenKopUKM) masih mengizinkan pedagang kecil yang telanjur mengimpor baju bekas untuk tetap berjualan menghabiskan stok. Kendati demikian, akan diberikan batas waktu tertentu dan selanjutnya tidak diizinkan menjual kembali baju bekas.

Teten Masduki, Menteri Koperasi dan UKM menjelaskan pihaknya bersama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan menindak tegas seluruh pedagang yang masih mencoba menjual pakaian bekas. Dia bilang pelarangan impor pakaian bekas ini bukan hal yang baru, tapi sudah diterapkan sejak tahun 2015 melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 tahun 2015.

BACA JUGA: Impor Pakaian Bekas Ancam Nasib 1 Juta Pekerja Tekstil

“Bagi pedagang yang sudah telanjur mengambil barang dan menjual pakaian bekas impor ilegal, masih diberikan tenggat waktu dan diperbolehkan untuk menjual sisanya. Namun, kami memastikan bakal menindak tegas atau memberantas kegiatan ilegal dari sisi penyelundup atau importir ilegal,” kata Teten melalui keterangannya, Selasa (28/3/2023).

Meski begitu, Teten tidak menyebutkan berapa lama tenggang waktu yang diberikan kepada pedagang. Hanya saja, mereka diizinkan menghabiskan sisa stok yang ada.

Untuk mencegah terjadinya hal serupa, Teten menyebut perlu adanya literasi kepada konsumen dalam melindungi produk dalam negeri. Termasuk pula mengetahui risiko hukum dalam menjual pakaian bekas impor ilegal.

BACA JUGA: Pengusaha Ungkap Impor Baju Bekas Pangkas 30% Pekerja Tekstil

Selain itu, akan disiapkan langkah-langkah restriksi atas masuknya produk impor sehingga produk dalam negeri tak terganggu produk impor.

“Saat ini, unrecorded impor termasuk impor ilegal pakaian dan alas kaki ilegal jumlahnya sangat besar rata-rata 31% dari total pasar domestik, tidak terlalu jauh berbeda dengan impor pakaian dan alas kaki legal sebesar 41%,” ucapnya.

Teten menambahkan pemerintah berkomitmen memperketat dampak selundupan dari pakaian bekas tersebut. Bagaimanapun industri pakaian dalam negeri tak bisa bersaing, mengingat pakaian bekas impor ilegal ini masuk sebagai sampah karena tidak dikenakan pajak dan sebagainya.

Di semua negara, katanya, bakal melindungi negaranya dari setiap barang yang masuk melalui berbagai aturan. Dia mencontohkan seperti industri kelapa sawit Indonesia yang banyak dijegal untuk bisa diekspor.

“Begitu juga dengan koperasi ekspor Indonesia ke Eropa dan Amerika Serikat (AS) yang harus memenuhi 21 sertifikasi, di mana tiga diantaranya harus dilakukan review setiap enam bulan sekali,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related