Tahun 2022, Regulasi Masih Jadi Tantangan Nyata bagi Pengembang

marketeers article
Ilustrasi pengembang properti hadapi tantangan berupa regulasi. (FOTO: 123RF)

Selain melihat positif tahun 2022, para pengembang properti juga menyadari adanya tantangan seperti regulasi maupun kejelasan insentif pajak dan kredit dari pemerintah. Keduanya dapat menjadi penentu pertumbuhan sektor ini selama setahun ke depan. Menurut Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida ada beberapa persoalan pada sektor properti. 

Salah satu kendala yang jadi perhatian Totok, pihak pengembang belum mendapat kejelasan serta mengalami kesulitan dalam penerapan regulasi. Problem itu muncul ketika pengembang menghadapi aturan seperti Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan ketentuan Online Single Submission (OSS).

Regulasi yang lantas muncul sebagai tantangan bagi pengembang properti misalnya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) merupakan aturan baru yang menggantikan ketentuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Menurut laman resmi Kementerian PUPR, PBG adalah izin yang dibutuhkan pemilik bangunan atau perwakilannya dalam melakukan pembangunan, merenovasi, merawat, hingga mengubah bentuk bangunan sesuai ketentuan teknis dari pemerintah. 

Adanya regulasi baru menjadi tantangan berulang bagi pengembang properti, yang turut serta membuat konsumen kebingungan karena tidak ada kepastian pelaksanaan, baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Tidak mengherankan, jika kemudian pihak pengembang merasa perlu berhati-hati serta menunda upaya pembangunan sebelum mendapat titik terang.

“Sebagai pengusaha dan pengembang, kami bingung mau menuruti yang mana. Sebab itu, butuh solusi bersama agar pembangunan tidak berhenti pada tahun 2022 nanti. Kita perlu satu kapal dengan pihak pemerintah supaya jalan kita terealisasi secara konkret,” kata Totok.

Begitu juga dengan kejelasan mengenai kuota fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) bagi kalangan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Kemudahan pembiayaan pembelian hunian bagi segmentasi masyarakat kelas bawah tersebut, diharapkan mendorong pertumbuhan penjualan properti dengan rentang harga di bawah Rp 500 juta yang mengalami kelesuan sepanjang 2021.

Sejatinya, terlepas dari tantangan berulang dari segi regulasi, para pemain di sektor properti menatap optimistis tahun 2022. Memang, sepanjang tahun 2021 pertumbuhan industri ini kurang dari 10%. Namun, penanganan pandemi yang baik dan segera berubah menjadi endemi menjadi faktor pendorong optimisme tersebut.

Faktor pendukung lain adalah fakta bahwa hunian tetap menjadi kebutuhan utama masyarakat. Artinya, ketika dana sudah ada, orang akan membeli rumah sebelum harga terus meningkat. Selain itu, dan harapan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) terus berlanjut. 

Artikel ini telah ditayangkan sebagai bagian dari outlook ekonomi Indonesia tahun 2022, artikel selengkapnya bisa dibaca dalam majalah Marketeers edisi Januari 2022: Indonesia 2022 Rewind or Fast Forward? yang bisa diperoleh di sini

Editor: Ranto Rajagukguk

Related