Ternyata Begini Desain Customer Experience di Supermarket!

marketeers article
customer experience di Supermarket | sumber: 123rf

Keputusan pembelian pelanggan tidak hanya dipengaruhi oleh iklan dan penawaran saja, tetapi juga bagaimana Anda mampu mendesain customer experience dari pelanggan Anda. Begitu juga bagi para pemain supermarket dalam mendesain customer experience

Hal ini dapat membantu Anda untuk membuat strategi pemasaran yang mampu mempersuasif pelanggan Anda untuk membeli. Ignatius Untung, Praktisi Marketing dan Behavioral Science, menjelaskan bagaimana desain customer experience dalam buyer journey yang berfokus pada supermarket

Contoh pertama adalah ketika Anda sedang memasuki sebuah supermarket, maka buah dan sayur menjadi produk yang pertama kali Anda lihat. Mengapa begitu? 

Ada banyak alasan mengapa hal tersebut dilakukan. Tidak hanya karena tampilannya yang bagus atau alur logistiknya yang mudah karena disimpan di depan, Untung menjelaskannya lebih dari itu. 

“Pertama, buah dan sayur ditaruh di depan karena ini komoditas kebutuhan pokok yang memudahkan orang untuk belanja, komoditas yang dicari pertama kali oleh pelanggan,” ujar Untung dalam Program Market Think di kanal youtube Marketeers TV. 

Dengan memasukkan kebutuhan pokok di awal pelanggan berbelanja, maka akan meruntuhkan “buying filter“, keraguan pelanggan ketika belanja. Satu per satu kebutuhan pokok dimasukkan ke dalam keranjang, maka akan mempersuasif pelanggan untuk membeli lebih banyak produk. 

“Kedua, buah dan sayuran ini punya persepsi positif, sehat, nutrisi, disimpan di depan untuk set good mood di awal. Jadi kalau konsumen mau beli barang yang nggak begitu sehat, nggak akan merasa bersalah,” katanya.

BACA JUGA: 5 Tips Membuat Strategi Content Marketing, Bikin Audiens Pasti Melirik

Ternyata peletakan produk di supermarket memiliki filosofinya tersendiri, bukan? Selain buah dan sayur, luas dari gang di supermarket juga tentu diperhitungkan. 

Untuk menjelaskannya dengan pendekatan behavioral science, dimana gang yang sempit justru membuat pelanggan enggan menghampiri, sehingga orang akan secepat mungkin untuk datang, melihat, dan membeli produk. 

Berbeda dengan supermarket yang memiliki gang lebih besar, orang akan memiliki waktu yang jauh lebih banyak untuk melihat produk sekaligus membandingkannya satu sama lain. Alhasil produk yang dibeli pun akan jauh lebih banyak. 

Hal ini juga berlaku pada tinggi plafon. Plafon rendah cenderung membuat pelanggan menjadi lebih terburu-buru karena sempit. Berbeda dengan plafon tinggi yang memberikan perasaan lega tanpa ancaman, sehingga orang akan stay lebih lama. 

Untung juga menjelaskan bagaimana desain experience rak-rak barang yang mendorong orang untuk membeli atau menghindari produk. 

“Berdasarkan penelitian, gang yang ada island (freezer) lebih dihindari. Barang-barang yang ditaruh di rak dimana ada island-nya dan sempit maka terjualnya lebih sedikit karena nggak banyak orang yang lewat sana,” ungkap Untung. 

Keberhasilan dari desain customer experience di supermarket juga termasuk lagu. Menurut Untung, secara subliminal otak manusia mencerna informasi yang ditangkap secara bawah sadar dan kita berusaha mencocokan mood dengan kondisi yang lebih sesuai. 

Mood alignment dalam lagu juga sangat berpengaruh pada seberapa lama konsumen tetap bertahan di toko. Apabila lagu diputar dengan lagu yang cepat, maka pengunjung pun akan melakukan hal yang sama, yaitu terburu-buru.

Berbeda jika pelanggan memasuki mall dengan lagu yang pelan dan santai, maka akan membuat pelanggan lebih rileks dan menikmati suasana.

BACA JUGA: Demi CX, Bank Jago Lakukan Open Innovation Bersama ADVANCE.AI

Selanjutnya adalah posisi pencahayaan, toko yang terang akan lebih memudahkan konsumen untuk mencari dan membeli barang. 

“Pencahayaan yang terang ini juga terbukti untuk orang mindful purchase dan tidak brutal, tidak emosional. Cocok untuk produk yang pengambilan keputusannya cenderung logis, seperti hardware, consumer electronic,” katanya. 

Tak hanya itu, toko yang terang juga membuat orang cenderung belanja cepat, agar tidak lama-lama yang menyebabkan toko penuh. Itulah yang dilakukan oleh banyak toko retail, seperti supermarket dan minimarket.

Namun begitu, kesan yang didapat dari pencahayaan terang ini adalah toko menjadi bersih, cocok untuk produk fresh, kesehatan, dan toko yang ukurannya kecil. 

Hal ini berbeda dengan toko yang cahayanya memang kurang terang. Toko ini akan membuat pelanggan berbelanja dengan lebih santai, tidak terburu-buru, premium lux, high quality, cocok untuk ruangan besar, dan terhindar dari impulse buying. 

Untung juga menjelaskan bahwa pencahayaan ini juga tidak hanya terang saja atau gelap saja, tetapi juga high contrast. 

“Selain itu, ada high contrast, ada yang cahayanya terang dan ada bagian yang gelap. Ini membuat dinamika pencahayaan, lebih engage, secara emosi lebih positif karena ada mood-nya,” ucap Untung. 

Dengan begitu, Untung menyebutkan bahwa banyak sekali hal yang bisa dilakukan untuk mendesain toko atau supermarket. Hal ini dilakukan agar dapat mendorong orang menciptakan mood, mendorong membeli sesuatu dengan mode tertentu yang akan berdampak kepada bisnis secara keseluruhan. 

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

BACA JUGA: Omnichannel Marketing, Demi Customer Experience yang Powerful

Related