Bagaimana Strategi Stasiun Televisi Memikat Penonton dan Pengiklan

marketeers article
Behind the scenes of video production or video shooting at studio location with film crew camera team.

Di industri pertelevisian, tantangan hadir karena adanya pergeserah ke arah media digital. Meski platform Free to Air (FTA) masih menjadi platform utama di Indonesia, namun perubahan tersebut tidak dapat terelakkan.

Berdasarkan data WeAreSocial 2020, televisi masih menjadi media dengan penetrasi tertinggi di Indonesia dengan angka sebesar 91%. Akan tetapi, pertumbuhan kepemilikan smartphone juga meningkat dengan signifikan sebesar 77% dari tahun 2016. Hal ini berdampak perubahan cara masyarakat mengonsumsi media.

Menurut Tantan Sumartana, Vice Managing Director Sales and Marketing MNC Group, di era disrupsi digital penonton memiliki tiga harapan dalam industri pertelevisian, yaitu tetap mendapatkan konten berkualitas, melakukan shopping sambil menonton televisi, serta dapat menonton program televisi favorit di mana pun dan kapan pun.

“Sementara dari sisi pengiklan, mereka berharap iklan yang ditampilkan tidak hanya meningkatkan awareness, tetapi juga langsung memberikan action to buy dari konsumen. Selain itu, juga dapat beriklan secara nasional maupun lokal dengan berbagai versi. Terakhir, bagaimana pengusaha kecil, UKM, dan startup dapat beriklan di televisi,” ujar Tantan dalam gelaran acara MarkPlus Conference 2021: Transforming from Relief to Recovery, Rabu (09/12/2020).

MNC Group kemudian berinovasi dalam bidang digital dengan meluncurkan RCTI+ yang merupakan sebuah aplikasi, di mana penonton dapat memilih program televisi RCTI yang mereka sukai. Kemudian ada  eTV Mall yang mengakomodir penonton untuk berbelanja secara langsung.

Adapula fitur Geo Tagging yang memungkinan pengiklan untuk menayangkan versi iklan yang berbeda di lokasi yang berbeda pula. Terakhir, platform RCTI Ads, di mana dapat memudahkan pengiklan terutama para pengusaha untuk dapat beriklan melalui running text di program televisi.

Transmedia juga tidak ingin ketinggalan dalam menghadapi era digital. Perusahaan media ini kemudian membangun sebuah ekosistem media yang bersinergi antara lain FTA atau media konvensional, media sosial, dan membangun platform digital melalu Detik Network.

“Selain menyajikan konten berkualitas, ketiganya diharapkan dapat menjadi wadah dalam menjalan aktivitas yang melibatkan komunitas yang luas,” ujar Atiek Nur Wahyuni, Chief Executive Officer Transmedia.

Lebih lanjut dijelaskan, dengan membangun ekosistem media, Transmedia maupun CT Corp mendapatkan keuntungan lainnya, seperti mendapat database audiens yang besar atau big data sehingga menjadi lebih kompetitif dalam menjangkau audiens. Selain itu, perusahaan  juga akan mendapatkan profile audiens yang sangat dibutuhkan untuk pengiklan.

“Aset sosial media yang besar juga menjadi keuntungan kami dalam menjaring lebih banyak engagement, yaitu dengan cara mengemas konten FTA menjadi best moments di media sosial YouTube dan Facebook,” tambah Atiek.

Atiek menuturkan, perubahan adalah sesuatu yang pasti. Sehingga kreativitas, inovasi, dan kemampuan beradaptasi dapat menjadi kunci industri media untuk dapat bertahan dan berhasil di era disrupsi digital.

Editor: Ramadhan Triwijanarko

Related