Pemulihan Ekonomi Lewat Desa Wisata

marketeers article
Rice fields of the island of Bali at sunrise, Indonesia

Dampak pandemi terhadap perekonomian Indonesia tidak dapat dihindari. Hampir satu tahun menghadapi wabah, masyarakat di berbagai daerah pun harus mengalami situasi sulit. Para pemimpin daerah pun terus mempersiapkan strategi untuk memulihkan perekonomian masyarakat di daerahnya.

“Ada satu teori ekonomi yang disebut orange economy. Teori ini diasosiasikan dengan jeruk yang kaya vitamin C. Jika dijabarkan, C ini bisa menjadi creativity, collaboration, city hall (pemerintah), community, cultural heritage, corporate, hingga campus. Ini menunjukkan berbagai sektor bisa masuk untuk memastikan satu ekonomi memiliki pertumbuhan yang layak dan sustain,” ujar Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin pada sesi Sustainable City & Tourism dalam acara MarkPlus Conference 2021, Kamis (10/12/2020).

Pria yang akrab disapa Cak Ipin ini menjelaskan bahwa untuk memulihkan ekonomi, salah satu strategi yang bisa diambil adalah melalui pariwisata. Ketika bicara mengenai pariwisata, ia meyakini bahwa pariwisata hadir berbasis komunitas dan komunitas di Indonesia diasosiasikan dengan desa.

Menyadari adanya potensi dari desa, Arifin menjelaskan bahwa strategi untuk memulihkan perekonomian bukan hanya untuk memulihkan investor atau swasta tetapi juga masyarakat. Karena itu, ia menargetkan pada tahun 2022, Trenggalek bisa pulih dengan mendorong pariwisata dari desa (desa wisata).

“Berdasarkan riset yang kami lakukan, ketika desa wisata ini didorong hasilnya akan hand in hand dengan ekonomi dan ekologi. Mengapa demikian? Karena, yang diunggulkan dari desa wisata ini adalah kelestarian alam, kebersihan yang terjaga, dan keindahan alam.

Hal serupa tampaknya juga disadari oleh Walikota Batu Dewanti Rumpoko. Kota Batu sendiri dikenal sebagai destinasi wisata yang banyak menarik perhatian para wisatawan. Meski menawarkan berbagai destinasi wisata, Kota Batu juga menyajikan pengalaman wisata berbasis alam dengan setidaknya 24 desa wisata yang tercatat ada di kota ini.

“Saya ingin orang-orang bisa mengunjungi kota kami yang udaranya sejuk dengan alam yang lestari. Kota Batu sendiri terdiri dari 60% hutan dan 20% lahan pertanian. Sisanya, menjadi lahan eksklusif yang bisa jadi rumah atau tempat usaha. Inilah yang harus dipromosikan, potensi alam yang luas,” tutur Dewanti.

Pariwisata berbasis alam ini diyakini mampu memunculkan kesadaran dalam hal ini komunitas warga desa untuk menjaga alam tetap lestari agar bisa dikunjungi masyarakat. Arifin menuturkan bahwa desa wisata ini juga berpotensi membuka lapangan kerja setidaknya untuk 100 orang warga desa.

“Tidak hanya menguntungkan bagi warga desa, jika kami mendorong ekonomi dengan desa wisata, ini juga baik bagi investor. Mereka bisa melakukan wisata dengan lebih murah di sektor wisata dengan peluang return yang hampir sama tetapi dengan nilai investasi lebih kecil,” jelas Arifin.

Ia menambahkan pertumbuhan ekonomi diharapkan sejalan dengan kelestarian ekologi. Karena, akan lebih baik jika jangan sampai ada disaster cost yang disebabkan pembangunan tidak pro lingkungan. Akan lebih baik jika perekonomian bisa pulih secara bersih, keberlanjutan, dan pro kepada lingkungan lewat desa wisata.

Related