Strategi Ubah Brand Awareness Jadi Brand Advocacy

marketeers article
58391368 recommended, red grunge stamp on an airmail background

Bila Anda memiliki pengalaman mengesankan pada sebuah merek atau produk, kemungkinan Anda ingin menceritakan dan merekomendasikan merek atau produk itu pada orang lain. Saat Anda merekomendasikan merek atau produk, pada saat itulah merek atau produk tersebut mendapatkan advokasi.

Tapi, tidak gampang sebuah merek atau produk direkomendasikan oleh banyak konsumen. Pada tulisan sebelumnya berjudul Sejauh Mana Merek Anda Direkomendasikan Pelanggan?, dipaparkan proses keputusan pelanggan dalam customer path yang baru, yakni Aware, Appeal, Ask, Act, dan Advocate. Di sana, juga dikenalkan matriks pengukuran, yakni PAR (Purchase Action Ratio) untuk mengukur berapa banyak orang yang mengenal merek sekaligus membelinya dan BAR (Brand Advocacy Ratio) untuk mengukur berapa banyak orang yang mengenal merek sekaligus merekomendasikannya.

Pada kenyataannya, “perjalanan pelanggan” itu beragam. Ada yang sangat mengenal mereknya, lantaran oleh sebuah sebab, dia tidak membeli dan tidak merekomendasikannya. Ada yang kenal, tidak membeli, tapi merekomendasikannya. Ada juga yang kenal, membeli, tapi tidak merekomendasikannya. Ada juga yang kenal, tidak membeli, tapi merekomendasikannya ke orang lain.

Bagaimana itu semua bisa terjadi? Apa saja upaya yang bisa diambil untuk memperbaiki strategi agar orang yang kenal merek, kemudian mau membeli, dan pada akhirnya sukarela merekomendasikannya pada orang lain? Nah, mengacu pada buku Marketing 4.0 Moving from Traditional to Digital (Wiley, 2017), sebenarnya proses BAR tadi bisa dilihat versi panjangnya sebagai berikut:

Customer path yang baru tadi diturunkan lagi menjadi customer path of WOW Brand, yakni Attraction, Curiosity, Commitment, dan Affinity (ACCA). Intinya, untuk menuju WOW Brand, merek tersebut harus memiliki daya tarik, menimbulkan keingintahuan, menumbuhkan komitmen pembelian, dan akhirnya membangun afinitas. Semakin tinggi nilainya, semakin bagus untuk merek. Tahapannya bisa Anda lihat di grafik di bawah ini:

#1 Mendongkrak Daya tarik

Pada tingkat attraction, semakin tinggi nilainya, semakin bagus. Jika merek kita tidak atau kurang dikenal berarti merek kita kurang menarik. Ini bisa dikarenakan oleh beberapa hal. Pertama, bisa jadi karena produk atau merek kita kurang memiliki positioning yang jelas. Misalnya, produk kita adalah sabun. Produk kita tak jelas posisinya, apakah sabun kesehatan atau kecantikan. Kedua, bisa jadi karena konsumen tak menemukan  diferensiasi kuat dari produk kita dibanding produk pesaing. Kalau diferensiasinya tak ada, konsumen tak punya alasan untuk membeli dan memakai produk kita. Ketiga, dikarenakan kita tidak memiliki komunikasi pemasaran yang baik, tepat, dan relevan. Bagaimana mungkin konsumen kenal dan tertarik pada produk kita kalau kita sendiri tidak mempromosikannya?

#2 Mengoptimalisasi Keingintahuan

Biasanya, produk yang menarik akan memunculkan keingintahuan konsumen (curiousity). Pada fase ini, peranan content marketing dalam menumbuhkan curiosity cukup besar. Content Marketing ini mengacu pada produksi dan pendistribusian konten yang relevan dengan kehidupan konsumen atau bahkan konten yang terasosiasi secara kuat dengan merek tertentu. Content marketing ini bisa didongkrak melalui komunitas maupun optimalisasi media sosial untuk pemasaran. Dalam Marketing 4.0, content marketing berperan besar dalam meningkatkan curiosity dari tahap Appeal ke Ask.

#3 Memperkuat Komitmen

Menarik dan meyakinkan pelanggan merupakan tahap penting dalam membangun loyalitas mereka terhadap merek. Artinya, ketertarikan dan keingintahuan mereka pada sebuah merek berlanjut pada komitmen pembelian produk terkait. Pada fase ini, konsumen merasa yakin pada pilihan produk atau merek sehingga mereka memutuskan untuk membeli.

Di sini, keputusan pembelian itu harus didukung dengan keterjangkauan produk tersebut. Akan bermasalah jika konsumen sudah yakin pada sebuah produk yang ia beli, begitu ia akan membelinya ternyata produknya tidak ada, habis, maupun tak terjangkau. Sebab itu, di sini pula, pengelolaan kanal penjualan dan kekuatan tenaga penjualan menjadi penting.

Integrasi kanal online dan offline menjadi fundamental. Pelanggan bisa jadi mencari produk melalui ponsel pintar mereka dan kemudian mengecek keberadaannya di toko terdekat. Pelanggan juga diberi pilihan untuk membeli mereka secara online melalui e-commerce atau di toko fisik. Kanal-kanal ini berpotensi mendongrak komitmen pelanggan untuk pembelian. Bayangkan saja, bila konsumen sudah menggebu mau membeli produk kita, tetapi di online kita tidak memiliki kanal transaksi atau kanalnya tak berfungsi semestinya.

#4 Mendongkrak Afinitas

Ini merupakan tahapan paling kritis karena di tahap ini, pelanggan bisa terdorong melakukan advokasi pada merek maupun produk kita. Biasanya, hal ini terkait dengan pengalaman pelanggan paska pembelian. Ini terkait dengan customer service maupun layanan purna jual yang disediakan oleh perusahaan.

Merek perlu membangun customer engagement dengan baik. Relasi dengan pelanggan benar-benar dijaga. Di sini, perusahaan harus memperlakukan pelanggan sebagai manusia seutuhnya yang memiliki hati, perasaan, dan pikiran. Relasi merek dan pelanggan yang dibangun haruslah sejajar sebagai sahabat – bukan lagi di bawah sebagai objek atau di atas sebagai raja yang cenderung “dijilat.” Relasi harus dilandasi kejujuran, keadilan, dan nilai-nilai baik lainnya.

Di buku Marketing 4.0, dikatakan di era digital saat ini, pemasar perlu menyeimbangkan antara high-tech dengan high-touch. Apa artinya? Pemanfaatan teknologi (machine-to-machine) itu penting untuk membangun customer engagement lebih erat, namun harus diimbangi juga dengan sentuhan manusia (human-to-human) di semua touch point. Jadi, kalau mau membangun relasi dengan pelanggan di media-media sosial, jangan biarkan pelanggan merasa dilayani oleh robot. Bangunlah relasi personal percakapan dengan pelanggan. Customer engagement ini juga bisa dibangun melalui gamifikasi yang membuat pelanggan merasa dilibatkan sekaligus terhibur.

Demikianlah sekilas bahasan tentang upaya mengubah brand awareness menjadi brand advocacy. Pada intinya, matriks PAR dan BAR tadi membantu pemasar untuk mengukur produktivitas dari aktivitas pemasaran mereka. Bagaimana dengan merek Anda?

Ikuti serial Marketing 4.0 di laman www.marketeers.com.

Informasi:

Bagi Anda yang ingin membeli bukunya, silakan belanja di tautan berikut ini: Marketing 4.0 

Related