Transformasi Industri Kecantikan 2020-2025: Dari Kuantitas ke Kualitas

Industri kecantikan di Indonesia telah mengalami perubahan besar dalam lima tahun terakhir. Dulu, kekuatan sebuah merek bertumpu pada kualitas produk semata.
Namun, dinamika pasar bergerak cepat, memunculkan era baru yang dikenal sebagai “fast beauty” yang mana kuantitas, kecepatan produksi, dan kemampuan membaca tren menjadi prioritas utama. Brand berlomba-lomba merilis produk terbaru dalam waktu singkat, sering kali tanpa diferensiasi yang jelas.
Meski strategi ini sempat mendominasi pasar, gejala kejenuhan mulai muncul. Konsumen kini tidak lagi sekadar mencari produk yang sedang tren, tetapi juga mempertimbangkan aspek keberlanjutan, transparansi, dan relevansi jangka panjang.
Pandemi COVID-19 yang melanda pada tahun 2020 menjadi titik awal perubahan besar dalam perilaku konsumen di industri kecantikan. Aktivitas di rumah mendorong perhatian lebih besar terhadap perawatan diri.
Produk skincare, body care, dan wellness mengalami lonjakan permintaan. Konsumen mencari produk yang natural, aman, dan terjangkau, memicu kebangkitan merek lokal yang menawarkan akses distribusi lebih cepat dan harga kompetitif.
Momentum inilah yang akhirnya menjadi awal naik daunnya para pemain lokal di industri kecantikan Indonesia. Memasuki tahun 2021, perilaku belanja digital makin kuat.
E-commerce dan media sosial menjadi saluran utama distribusi sekaligus pemasaran. Brand lokal, seperti Somethinc dan Avoskin memanfaatkan tren ini dengan strategi storytelling yang relevan, menciptakan kedekatan emosional dengan konsumen, khususnya Gen Z dan milenial.
Produk dirancang sesuai kebutuhan kulit masyarakat Indonesia dan dikemas dengan narasi yang membangun identitas. Strategi ini terbukti efektif dalam meningkatkan loyalitas dan menjangkau pasar lebih luas.
Ini juga yang akhirnya melahirkan banyaknya merek-merek kecantikan lokal yang mulai menyaingi brand internasional.
BACA JUGA: Cara Sociolla Dorong Pemberdayaan Perempuan di Industri Kecantikan
Puncak Fast Beauty (Kuantitas)
Tahun 2022 menjadi titik balik, saat kompetisi dalam industri kecantikan meningkat drastis. Menurut data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), jumlah pelaku usaha kosmetik naik dari 819 pada 2021 menjadi 913 pada 2022, tumbuh sebesar 20,6%.
Di sisi lain, laporan Magpie E-commerce Intelligence menunjukkan kategori serum wajah di Shopee Indonesia mencapai nilai transaksi Rp 994,44 miliar pada semester pertama 2022, dengan 15,4 juta produk terjual. Brand lokal mendominasi pasar ini, dengan Scarlett meraih pangsa pasar tertinggi sebesar 11,7%, disusul oleh Somethinc (8,8%) dan MS Glow (7,6%).
Di balik besarnya angka-angka tersebut, tantangan mulai muncul: produk yang mirip secara desain dan formula, serta peluncuran cepat tanpa riset mendalam—ciri khas fast beauty. Memasuki tahun 2023, konsumen pun mulai mengalami kelelahan akibat banjir produk kecantikan serupa di pasaran.
Peluncuran yang terlalu cepat dengan diferensiasi minimal menimbulkan rasa jenuh. Banyak produk baru dirilis hanya demi mengikuti tren, bukan berdasarkan kebutuhan nyata konsumen.
Dalam situasi ini, brand yang tidak mampu menawarkan keunikan mulai kehilangan daya tariknya.
Menuju Era Smart dan Sustainable Beauty (Kualitas)
BACA JUGA: Masa Depan Industri Kecantikan dan Personal Care di Indonesia
Tahun 2024 menjadi titik balik bagi industri kecantikan di Indonesia, yang mana konsumen makin sadar akan keberlanjutan. Survei Jakpat menunjukkan 86% beauty enthusiast di Indonesia menyatakan bahwa komitmen sosial dan lingkungan dari sebuah brand memengaruhi keputusan pembelian mereka.
Konsumen kini lebih memilih produk yang eco-friendly, cruelty-free, memiliki kemasan daur ulang, dan menyajikan transparansi dalam proses produksinya. Brand yang mampu memenuhi tuntutan ini mulai mendapatkan kepercayaan yang lebih tinggi, terutama dari generasi milenial dan Gen Z.
Dominasi brand lokal pun makin terlihat. Berdasarkan laporan Compas Market Insight Q1 2024, sebanyak 52% dari Top 50 brand kategori beauty and care di e-commerce merupakan brand lokal.
Total penjualan mereka mencapai lebih dari 41 juta unit, mengungguli brand global yang hanya menjual sekitar 33 juta unit. Fakta ini menandai perubahan arah industri kecantikan: bukan lagi soal siapa yang paling cepat, tetapi siapa yang paling relevan dan bertanggung jawab.
Kini, industri kecantikan Indonesia sedang memasuki era baru: smart beauty. Konsumen kini tidak hanya menuntut kualitas dan keberlanjutan, tetapi juga personalisasi.
Teknologi berbasis kecerdasan buatan/artificial intelligence (AI) mulai marak digunakan merek kecantikan pada tahun 2025 ini untuk menghadirkan pengalaman kecantikan yang lebih personal dan efisien—mulai dari aplikasi analisis kulit, fitur virtual try-on, hingga produk yang disesuaikan dengan kebutuhan individu.
Menurut laporan Research and Markets, pasar AI dalam industri kecantikan global diperkirakan mencapai US$ 13,34 miliar pada tahun 2031 dengan CAGR sebesar 19,7%. Brand lokal pun mulai beradaptasi, seperti yang dilakukan Wardah melalui fitur AI Personal Colour, yang membantu konsumen menemukan produk dekoratif paling sesuai dengan warna kulit mereka.
Perjalanan industri kecantikan Indonesia dalam lima tahun terakhir mencerminkan pergeseran besar dari fast beauty menuju smart dan sustainable beauty. Di tengah banjir produk, konsumen kini makin selektif dan mengutamakan nilai.
Brand yang bertahan dan tumbuh bukan lagi yang tercepat merilis produk, melainkan yang paling memahami kebutuhan konsumen, mengedepankan transparansi, serta mampu memadukan inovasi teknologi dengan kepedulian sosial dan lingkungan.
Editor: Ranto Rajagukguk